A. Tinjauan
Teori
1.
Perkembangan
a.
Pengertian
Perkembangan
adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian. (Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita.2006; h.4).
b.
Ciri-Ciri
Perkembangan
1)
Perkembangan
melibatkan perubahan
Karena
perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan, maka setiap pertumbuhan
disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan system reproduksi misalnya,
disertai dengan perubahan pada organ kelamin, perkembangan intelegensia
menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. Perubahan-perubahan ini meliputi
perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan proposi tubuh, berubahnya
ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan suatu
organ tubuh tertentu.
2) Perkembangan awal menentukan
pertumbuhan selanjutnya
seseorang tidak akan bisa melewati satu
tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh,
seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Karena itu
perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan
selanjutnya.
3)
Perkembangan
mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi
menurut dua hukum yang tetap:
a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju ke arah kaudal.
Pola ini disebut pola sefalokaudal.
b) Perkembangan
terjadi lebih dahulu di daerah proksimal
(gerakan kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksimadistal.
4)
Perkembangan
memiliki tahap yang berurutan:
Tahap
ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap
tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak terlebih dahulu mampu
membuat lingkaran sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum berjalan
dan sebagainya.
5)
Perkembangan
mempunyai kecepatan yang berbeda
Seperti
halnya pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda.
Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh
yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
6)
Perkembangan
berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada
saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi
peningkatan mental, ingatan, daya nalar. asosiasi dan lain-lain. (Ikatan Dokter
Indonesia. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.Jakarta: IDI; 2002. h 7,8)
c.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pekembangan balita
1) Faktor Herediter
Faktor Herediter merupakan faktor yang
dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping
faktor-faktor lain. Faktor hereditas meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan
suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam
pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas.
Ras dan suku bangsa juga memiliki peran
dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada
suku bangsa tertentu yang memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi,
seperti orang Asia cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan dengan orang
Eropa atau lainnya.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor
yang memegang peranan penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi
yang sudah dimiliki. Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan prenatal
(lingkungan dalam kandungan) dan lingkungan postnatal (lingkungan setelah bayi
lahir).
a) Lingkungan Prenatal
Lingkungan
prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari konsepsi sampai lahir
yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan mechanisme, zat kimia atau
toksin, dan hormonal. .(Hidayat,2011;h.11-12)
(1)
Lingkungan
Mekanis
Lingkungan
mekanis merupakan segala hal yang mempengaruhi janin atau posisi janin dalam
uterus. Hal ini dapat menyebabkan kelainan congenital, misalnya club foot. Trauma dan cairan ketuban
yang kurang, dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
(2)
Zat
Kimia atau Toksin
Hal yang
berkaitan dengan obat-obatan, alcohol atau kebiasan merokok pada ibu hamil.
Keracunan logam berat pada ibu hamil misalnya karena makan ikan terkontaminasi
merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis.
(3)
Hormonal
Hormon-hormon
ini mencakup hormon somatotropin, plasenta, tiroid dan insulin. Peran
hormon somatotropin (growth hormone), yaitu disekresi kelenjar hipofisis janin sekitar
minggu ke-9 dan produksinya meningkat pada minggu ke-20. Hormon plasenta (human placental lactogen) berperan dalam
nutrisi plasenta.
(4)
Kelainan
endokrin
(5)
Infeksi
TORCH (toxoplasma, rbella, cytomegalovirus, herpes simplex).
Sedangkan infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit janin adalah varisela,
coxsackie, echovirus, malaria, lues, hiv, polio, campak, listeriosis,
mikoplasma virus influenza dan virus hepatitis.
(6) Imunitas
Rhesus
atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrpos fetalis, kern
ikterus atau lahir mati.
(7) Stres
Stres yang
dialami ibu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin antara lain: cacat
bawaan, kelainan kejiwaan.
(8) Anoksia embrio
Menurunnya
oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat menyebabkan
berat bayi lahir rendah. (Septiari,2012;h.10-12)
b) Lingkungan Postnatal
Selain
faktor lingkungan intrauteri terdapat lingkungan setelah lahir yang juga
mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti budaya lingkungan, sosial ekonomi
keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga dan
status kesehatan.
(1)
Budaya
lingkungan
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah budaya di
masyarakat yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Budaya lingkungan dapat menentukan bagaimana
seseorang atau masyarakat mempersepsikan pola hidup sehat, hal ini dapat terlihat
apabila kehidupan atau perilaku mengikuti budaya yang ada sehingga kemungkinan
besar dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai
contoh, anak yang dalam usia tumbuh kembang membutuhkan makanan yang bergizi,
namun karena terdapat adat atau budaya tertentu yang melarang makan dalam masa
tertentu padahal makanan tersebut dibutuhkan untuk perbaikan gizi, maka tentu
akan mengganggu atau menghambat masa tumbuh kembang.
(2)
Status
sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak dengan keluarga yang memiliki sosial ekonomi tinggi umumnya pemenuhan kebutuhan
gizinya cukup baik dibandingkan dengan sosial ekonomi rendah. Demikian juga
dengan anak berpendidikan rendah, tentu akan sulit untuk menerima arahan dalam
pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya
pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang
menunjang dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
(3)
Nutrisi
Nutrisi
adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang keberlangsungnya proses
pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang selama masa pertumbuhan. Dalam nutrisi terdapat kebutuhan zat gizi
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan seperti protein,
karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Apabila kebtuhan nutrisi
seseorang tidak atau kurang terpenuhi maka dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan.
(4)
Iklim
dan cuaca
Iklim
dan cuaca dapat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya pada saat
musim tertentu kebutuhan gizi dapat dengan mudah diperoleh, namun pada saat
musim yang lain justru sebaliknya. Sebagai contoh, saat msim kemarau penyediaan
air bersih atau sumber makanan sangat
sulit.
Musim
kemarau yang panjang atau adanya bencana alam yang lainnya, dapat berdampak
pada tumbuh kembang anak antara lain sebagai akibat gagalnya panen, sehingga
banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula gondok andemik banyak ditemukan
pada daerah pegunungan, dimana air tanahnya kurang mengandung yodium.
(5)
Olahraga
atau latihan fisik
Olahraga
atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak karena dapat meningkatkan
sirkulasi darah sehingga suplay oksigen ke seluruh tubuh dapat teratur serta
dapat meningkatkan stimulasi perkembangan tulang, otot dan pertumbuhan sel
lainnya. Dari aspek sosial, anak menjadi mudah berinteraksi dengan teman sesuai
dengan jenis olahraganya.
(6)
Posisi
anak dalam keluarga
Posisi
anak dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Secara
umum, anak pertama atau anak tunggal memiliki kemampuan intelektual lebih
menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang dewasa,
namun dalam perkembangan motoriknya kadang-kadang terlambat karena tidak ada
stimulasi yang biasanya dilakukan saudara kandungnya. Sedangkan pada anak kedua
atau anak tengah, kecenderungan orang tua yang merasa sudah biasa dalam merawat
anak lebih percaya diri sehingga kemampuan anak untuk beradaptasi lebih cepat
dan mudah, meskipun dalam perkembangan intelektual biasanya kurang apabila
dibandingkan dengan anak pertamanya, kecenderungan tersebut juga bergantung
pada keluarga.
(7)
Status
kesehatan
Status
kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan.
Hal ini dapat terlihat apabila anak berada dalam kondisi sehat dan sejahtera,
maka percepatan untuk tumbuh kembang menjadi sangat mudah dan sebaliknya.
Sebagai contoh, pada saat tertentu anak seharusnya mencapai puncak dalam
pertumbuhan dan perkembangan, namun apabila saat itu pula terjadi penyakit
kronis yang ada pada diri anak maka pencapaian kemampuan untuk maksimal dalam
tumbuh kembang akam terhambat karena anak memiliki masa kritis. Beberapa
kondisi yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak misalnya adanya kelainan
perkembangan fisik atau disebut cacat fisik (bibir sumbing, strabismus, atau
juling, kaki bengkok, dan lain-lain), adanya kelainan dalam perkembangan saraf
(seperti gangguan motorik, gangguan bicara, atau gangguan personal social),
adanya kelainan perkembangan mental (seperti retardasi mental), adanya kelainan
dalam perkembangan perilaku (hiperaktif, gangguan belajar, atau depresi) dan
lain-lain. ( Hidayat,2011,hal 12-13)
d.
Teori
perkembangan anak dibagi menjadi 4, yaitu:
1)
Perkembangan
kognitif
Umur 0-2 tahun dengan perkembangan
kemampuan sebagai berikut anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan
mengkomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktifitas
motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut dengan merasakan
keingintauhan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar, disentuh dan yang
lain-lain. Gerak fisik tersebut menunjukan sifat egosentris dari anak.
2)
Perkembanagan
psikosexsual (Fread)
Pada usia 1-3 tahun dengan perkembangan
sebagai berikut kepuasan pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan
menunjukan keangkuhan dan sikapnya sangat narsitik yaitu cinta terhadap dirinya
sendiri dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini
tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Masalah yang
diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif atau gangguan pikiran,
pandangan sempit, introvet dan dapat bersifat ekstrovet, impulsif yaitu
dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
3)
Perkembangan
psikososial (Erikson)
Fase perkembangan psikososial pada anak
usia prasekolah adalah inisiatif dengan rasa bersalah. Perkembangan ini
diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan bereksplorasi
terhadap lingkungannya. Anak belajar mengendalikan disi dan memanipulasi lingkungan.
Inisiatif berkembang dengan teman sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah menghasilkan suatu prestasinya. Perasaan bersalah akan timbul pada anak
jika anak tidak mampu berprestasi. Rasa bersalah dapat menyebabkan anak kurang
bersosialisasi, lebih marah, mengalami respon kemunduran yaitu kembali ke
perkembangan sebelumnya, misalnya mengompol dan menghisap jempol.
(Septiari,2012; h. 7-8)
4)
Perkembangan
psikomoral anak (Khberg)
Tahap orientasi hukum kepatuhan pada
tingkat pemikiran prakonvenstional mempunyai pekembangan sebagai berikut anak
peka terhadap peraturan yang berlatar budaya, menghindari hukuman dan patuh
pada hukum, bukan atas dasar norma pada peraturan moral yang mendasarinya.
e.
Perkembangan
anak pada fase awal dibagi menjadi 4 aspek kemampuan fungsional:
1)
Motorik
Kasar
Adalah gerakan fisik yang
membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh dengan menggunakan
otot-otot besar, sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya, berjalan,
berlari, berlompat, dan sebagainya.
2) Motorik halus
Motorik halus merupakan kemampuan yang
berhubungan dengan ketrampilan fisik yang melibatkan otot-otot kecil,
koordinasi mata dan tangan. Syaraf motorik halus ini dapat dilatih, di
kembangkan melalui kegiatan, dan rangsangan selanjutnya yang rutin.
3)
Kemampuan
bicara dan bahasa
Adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, bicara, berkomunikasi,
mengikuti perintah dan sebagainya.
4)
Sosialisasi
dan kemandirian
Adalah
aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri dan
membereskan mainan selesei bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh anak,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagainya.
(Hidayat,2011; h. 11-12)
f. Penilaian perkembangan
balita
Ada berapa tahap penilaian perkembangan pada
balita:
1)
Anamnesis
Tahap pertama adalah melakukan anamnesis yang lengkap, dan
tetiliti karena kelainan perkembangan dapat disebabkan berbagai faktor.
2)
Skrining gangguan perkembangan anak
Pada tahap ini penilaian menggunakan instrument-instrumen untuk
skrining guna mengetahui kelainan perkembangan anak, misalnya dengan
menggunakan Denver Development Screening
Test II ( DDST II).
3)
Evaluasi gangguan anak
Melakukan test untuk mengetahui gangguan yang dialami anak
seperti skrining gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, dan bahasa anak.
4)
Pemeriksaan fisik
Untuk melengkapi anamnesis diperlukan pemeriksaan fisik, agar
diketahui apabila terdapat kelainan fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan
anak.
5)
Integrasi dan hasil penemuan
Berdasarkan anamnesis dan semua pemeriksaan yang ada, kemudian
dibuat suatu kesimpulan diagnosis dari gangguan perkembangannya.
2. Perkembangan personal sosial
a.
Pengertian
Perkembangan
personal sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungan merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak.
1)
Proses
sosialisasi atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat dan menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Lingkungan
sosial (orang tua, sanak keluarga, orang dewasa, atau teman sebaya) yang
memfasilitasi atau memberi peluang anak untuk berkembang secara positif.
3)
Perlakuan
orang tua atau pembiasaan terhadap anak.
c.
Bentuk-bentuk
tingkah laku sosial.
Melalui pergaulan atau hubungan
sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun
teman bermainnya, anak akan mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku
sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah:
1)
Perkembangan
(negativisme)
Yaitu suatu bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 3 tahun
setelah usia 4 tahun akan berangsur-angsur menurun. Pada usia 4 dan 6 tahun
sikap membangkang yang semula berupa fisik akan berubah menjadi pembangkangan
secara verbal. Dalam hal ini seharusnya orang tua tidak menunjukan sikap
negative seperti menganggap anak tersebut nakal, keras kepala, atau bodoh.
Tetapi dalam hal ini orang tua harus bisa memahami bahwa ini adalah bentuk dari
proses perkembangan anak.
2)
Agresi
(Aggression)
Yaitu perilaku menyerang baik secara
fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu
bentuk reaksi terhadap frustasi karena keinginannya tidak terpenuhi. Bentuk
dari agresi seperti memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah atau mencaci
maki. Dalam hal ini orang tua diharapkan bisa meredam agresifitas anak seperti
dengan cara mengalihkan atau keinginan anak.
3)
Berselisih
atau bertengkar (Querreling)
Terjadi bila anak merasa tersinggung
atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat
mengerjakan sesuatu atau mainannya direbut.
4)
Menggoda
(Teasing)
Yaitu
bentuk lain dari tingkah laku agresif yang merupakan serangan mental terhadap
orang lain dalam bentuk verbal seperti cemoohan atau ejekan yang dapat
menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5)
Persaingan
(Rivalry)
Yaitu
keinginan untuk melibihi orang lain dan selau didorong oleh orang lain. Sikap
persaingan ini mulai nampak pada usia 4 tahun.
6)
Kerjasama
(cooperation)
Yaitu
sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Sikap ini mulai tumbuh saat anak
berusia 3 tahun akhir atau dan berkembang menjadi lebih baik pada saat usia 6
atau 7 tahun.
7)
Tingkah
laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu
sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bossiness” yang ditunjukkan dalam
tingkah laku seperti meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain
untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
8)
Mementingkan
diri sendiri (selfishness)
Yaitu
sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya dan anak ini selalu
dipenuhi keinginannya apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis,
menjeritatau marah-marah.
9)
Simpati
(sympathy)
Yaitu
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain, mau mendetekati atau bekerja sama dengannya seiring bertambahnya usia,
karena anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish”
–nya dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati
terhadap orang lain.
d. Pengukuran perkembangan
personal sosial
Perkembangan personal social anak berupa belajar secara
bertahap guna meningkatkan kemampuan untuk mandiri, bekerja sama dengan orang
lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya dapat dikur dengan Denver Development Screening Test (DDST II).
1.
Pengertian DDST II
Denver
Development Screening Test (DDST II) adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak. DDST ll memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk
metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini mudah dan cepat
(15-20) menit dan menunjukan validitas yang tinggi dan efektif dapat
mengidentifikasi 85-100 % bayi dan anak-anak pra sekolah yang mengalami
keterlambatan perkembangan.
2.
Alat – alat yang digunakan
a. Alat peraga: benang
wol merah, manik-manik, kubus warna,
permaianan anak, botol kecil, kertas dan pensil.
b. Lembar formulir
c. Buku petunjuk sebagai
referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilainnya.
3.
Prosedur DDST II terdiri dari 2 tahap, yaitu:
a. Tahap pertama: secara
periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24
bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.
b. Tahap kedua: dilakukan
pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama.
Kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap. (
Soetjiningsih,1995; h. 71-72)
4.
Pelaksanaan Skrining dengan DDST II
Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST II
ini, umur anak perlu di tetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30
hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan
umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari 15
hari di bulatkan keatas.
Perhitungan umur adalah
sebagai berikut:
Misalnya Budi lahir pada
tanggal 23 Mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan pada
tanggal 5 Oktober 1994, maka perhitungannya sebagai berikut:
1994 -10 - 5 (saat tes
dilakukan)
1992 - 5 - 23 (tanggal lahir Budi)
Umur Budi 2 - 4 - 12 = 2
tahun 4 bulan 12 hari adalah lebih kecil dari 15 hari, maka dibulatkan ke
bawah, sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan.
Kemudian garis umur
ditarik vertical pada formulir DDST II yang memotong kotak-kotak tugas
perkembangan pada ke-4 sektor. Tugas-tugas yang terletak di sebelah kiri garis
itu, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi (2 tahun 4
bulan).
Pada ujung kotak sebelah
kiri terdapat kode-kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang
tuanya, sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan di tes
sesuai petunjuk dibaliknya formulir. ( Soetjiningsih,1995; h.72-73)
5.
Penilaian pada formulir DDST II
a. Passed (P) atau lewat
1) Apabila anak dapat
melakukan uji coba dengan baik
2) Orang tua atu pengasuh
memberi laporan bahwa dapat melakukan uji coba dengan baik.
b. Fail (F) atau gagal
1) Apabila anak melakukana
uji coba dengan baik.
2) Orang tua atau pengasuhnya
memberi laporan bahwa tidak dapat melakukan uji coba dengan baik.
c. No opportunity (N.O)
Apabila anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji
coba karena hambatan, kasus seperti reetardasi mental atau down syndrome.
d. Menolak (M)
Apabila anak menolak untuk melakukan uji coba karena faktor
sesaat (lelah, sakit, menangis, mengantuk). Setelah dilakukan penilaian dengan
lulus (P), gagal (F), dan dan tidak melakukan tugas (No). kemudian ditarik
garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas
perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masig sektor,
berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes
diklasifikasikan. (
Soetjiningsih,1995; h.72)
6. Penilaian Keterlambatan
a. Apabila gagal mengerjakan
beberapa tugas yang terletak di sebelah kiri garis umur (F), maka berarti suatu
keterlambatan pada tugas tersebut.
b. Bila tugas-tugas yang
gagal dikerjakan berada pada kotak yang terpotong garis vertical umur maka ini
bukan suatu keterlambatan, karena pada control lebih lanjut masih mungkin
terdapat perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak sebelah kanan garis
umur. ( Soetjiningsih,1995 ; h. 73)
7.
Klasifikasi berdasarkan pedoman:
a) Abnormal
(1) Bila didapatkan 2 atau
lebih keterlambatan, pada 2 sektor
Gambar
2.1 Klasifikasi Abnormal
(2) Bila dalam 1 sektor atau
lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1 sektor atau lebih dengan 1
keterlambatan dan pada sector yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada
kotak yang berpotongan dengan garis vertical usia.
|
|
Gambar
2.2 Klasifikasi Abnormal
b) Meragukan
(1) Bila pada 1 sektor
didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
Tes 1 Garis
Usia
Gambar
2.3 Klasifikasi Meragukan
(2) Bila pada 1 sektor atau
lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sector yang sama tidak ada yang lulus
pada kotak yang perpotongan dengan garis vertical usia
Tes 2 Garis Usia
Gambar
2.4 Klasifikasi Meragukan
c) Tidak dapat di tes
Apabila terjadi penolakan
yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
Gambar
2.5 Klasifikasi Tidak dapat di tes
d) Normal
Semua yang tidak tercantum
dalam kriteria di atas.
Gambar
2.6 Klasifikasi normal
0 komentar:
Posting Komentar